Pentingnya Makerspace Bagi Pengembangan Kreatifitas dan Budaya Knowledge Sharing Faith dalam Perpustakaan Pendidikan Calon Imam Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus, Yogyakarta.



Perlunya Makerspaces

Bagi Pengembangan Kreatifitas dan Budaya Knowledge Sharing (Faith)

 dalam Perpustakaan Pendidikan Calon Imam
 Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus, Yogyakarta.

Pendidikan Calon Imam Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus, Yogyakarta
            Salah satu fokus utama dalam pendidikan imam pada umumnya adalah pembinaan intelektual. Pembinaan intelektual calon Imam terutama bertumpu dan dibangun atas studi teologi. Maka studi teologi adalah merupakan kuliah pokok dan wajib bagi seorang calon imam. Maksud dan tujuan dari studi teologi adalah agar calon imam dalam terang Sabda Allah dan dibimbing oleh Magisterium Gereja serta kajian sosial kehidupan dan misi Gereja Indonesia, calon imam semakin menyelami karya keselamatan Allah. Maka Studi teologi bagi calon imam bukan hanya dalam komunikasi iman dengan tradisi Gereja melainkan juga dengan communio iman Gereja semesta kini dan konteksnya. Studi teologi akan mengantar calon imam kepada visi yang lengkap dan terpadu tentang kebenaran-kebenaran yang diwahyukan oleh Allah dalam diri Yesus Kristus dan tentang pengalaman iman Gereja (Rm. D. Gst. Bgs. Kusumawanta, Pr, Kompetensi Teologis Bagi Calon Imam, dalam www. Merifica.net).
Calon Imam Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus.
            Pendidikan Imam Hati Kudus Yesus di Yogyakarta berada di dua rumah pendidikan yakni Skolastikat SCJ Jl. Kaliurang Km. 7,5 Ngabean Kulon, Sleman Yogyakarta sebagai tempat pendidikan bagi para calon imam SCJ yang sedang menempuh studi S1 di Fakultas Teologi Wedhabakti, Universitas Sanata Dharma. Rumah pendidikan yang kedua sebagai tempat pendidikan tahap akhir sebelum ditahbiskan menjadi imam dan calon imam yang sedang menjalani studi S2; beralamatkan di Visma Vijaya Praya, Jl. Wulung 9a, Papringan, Depok, Sleman Yogyakarta.  
 Pendidikan Imam dalam Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus, menekankan bahwa “setiap anggota yang ditugaskan untuk mengikuti formasio imamat diminta untuk mengusahakan hasil yang semaksimal mungkin. Mereka diharapkan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dalam pelayanan pastoral di kemudian hari” (“Formasio untuk Imamat”, Direktorium SCJ Provinsi Indonesia, Bab III, 2017, hlm. 30).
            Ketika belajar teologi sebagai salah satu syarat pembinaan intelektual calon imam, seorang calon imam mendapatkan pengetahuan dari bantuan para dosen yang ada, akan tetapi juga dikembangkan dengan metode diskusi, knowledge sharing faith, pengalaman perjumpaan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apa yang dipelajari oleh seorang calon imam, mampu “membumi” tanpa harus meninggalkan esensi pokok dari sebuah ajaran teologi yang dipelajarinya.
Perpustakaan Calon Imam, Skolastikat SCJ, Jl. Kaliurang Km 7,5
            Pengetahuan yang didapat seorang calon imam dikembangkan juga secara mandiri dengan sumber-sumber pembelajaran. Sebagai salah satu contohnya adalah lewat buku-buku penunjang. Di Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus, Yogyakarta menyediakan ruangan yang cukup besar untuk menampung buku-buku pengetahuan tersebut (baca:perpustakaan). Buku-buku yang dari jaman kuno dengan bahasa asing (Latin, Perancis, Italia, Inggris, Yunani dan lainnya) sampai yang literatur berbahasa Indonesia tersedia di perpustakaan tersebut. Diharapkan seorang calon imam dapat memanfaatkannya untuk menambah pengetahuan mereka sehingga mereka bisa mengusahakan hasil yang semaksimal mungkin sebelum mereka terjun ke lapangan (mendampingi umat) seperti yang ada dalam Direktorium SCJ Provinsi Indonesia.
            Tidaklah cukup bahwa seorang calon imam itu hanya membaca dan memahami sendiri, perlulah baginya untuk berbagi pengetahuan yang didapatnya kepada teman-teman seperjuangannya. Hal ini dapat membantu dan saling memperkaya satu dengan yang lain serta terciptalah sebuah sinergi yang berkembang dalam sebuah komunitas. Akan tetapi, dimanakah mereka akan berbagi pengetahuan tentang teologi (keAllahan); sebagai pengembangan kreatifitas dan lebih jauh lagi untuk knowledge sharing faith?             
  Makerspace dalam Perpustakaan
              
Johnson County's Central Library
Salah satu tren terbaru pada layanan perpustakaan adalah munculnya Makerspace. Dimana perpustakaan itu tidak lagi dilihat sebagai ruang buku-buku, senyap, hening melainkan ruang berekspresi yang terbuka bagi pengembangan kreatifitas dan budaya knowledge sharing. Ruang koleksi fisik perpustakaan semakin berkurang dan beralih menuju ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk tempat berkumpul dan mengembangkan diri.
             Makerspace merupakan tempat untuk menuangkan ide-ide kreatif, untuk sekedar berkumpul, berkreasi, menciptakan maupun belajar bersama. Para makers diharapkan untuk saling berkolaborasi dan bertukar ide untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu. Makerspace mendorong seseorang untuk aktif, berkolaborasi, dan mengkreasikan ide-ide mereka menjadi sebuah produk nyata (Colegrove, 2013:4).
“Makerspaces consist of a community of makers that come together to create by sharing tools, skills, and knwoledge-creating a place to learn a new skill, to become a creator, to connect with a community and build friendships, or to gain acccess to specialized equipment(Alyssa Pisarski 2014:13).

            Ide awal untuk mengitegrasikan makerspace sebagai sebuah layanan perpustakaan bermula dari para pustakawan sekolah yang ingin mengkoneksikan antara sumber-sumber yang ada di perpustakaan dengan proses pembelajaran (Houston, 2013:360). Makerspace dianggap sebagai cara lain yang dapat mewujudkan suasana pembelajaran yang kolaboratif dan inovatif. Hal inilah yang belum dimiliki di perpustakaan calon imam Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus di Yogyakarta. 
            Ada beberapa alasan mengapa perpustakaan calon imam perlu membuat makerspace, berikut ini saya tuliskan dua alasannya:
 Makerspace untuk pengembangan Kreatifitas dan Budaya Knowledge Sharing Faith
            Makerspace di perpustakaan pendidikan calon imam sama penting dan perlunya dengan makerspace di perpustakaan umum. Makerspace ini diharapkan menjadi tempat pengembangan diri, dimana seorang calon imam juga memerlukan tempat untuk pengembangan kreatifitas dan budaya knowledge sharing faith. Makerspace sebagai tempat pengembangan kreatifitas misalnya ketika seorang calon imam mempelajari “Kotbah 10 Menit”. Makerspace menjadi tempat bagi mereka untuk belajar berbicara (public speaking), berpendapat, mengemukakan ajaran agama yang telah dipelajarinya dari sumber-sumber yang ada (buku tentang berkotbah). Misalnya di makerspace tersedia cermin besar yang bisa dimanfaatkan untuk melihat gesture, mimik muka, sehingga mereka mampu menilai apakah sudah berwibawa dan menyakinkan. Bisa juga di makerspace terdapat alat untuk merekam suara (audio-visual), sehingga seorang calon imam mampu mendengarkan kembali apa yang ia telah katakan, sehingga ia mampu menilai apakah ia telah mengucapkan dengan jelas dan keras serta enak didengar.
            Makerspace di Perpustakaan pendidikan calon imam juga untuk pengembangan knowledge sharing faith atau diskusi iman. Sekelompok calon imam mempelajari salah satu bahan misalnya “Puasa dalam Gereja Katolik”. Mereka mempelajari secara pribadi dan mengembangkan dengan berbagi pengetahuan, sehingga saling memperkaya mereka dalam pengetahuan. Ada tempat bagi mereka untuk mengembangkan diri, berdiskusi bersama, dan berbagi. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana masing-masing individu memahami dan menjalankan puasa. Bagaimana masyarakat  menjalankan puasa yang “diinkulturasikan” dengan budaya masing-masing. Semoga.
  
Sumber:
Colegrove, Tod, “Editorial Board Thoughts: Libraries as Makerspace?” dalam Information Technology And Libraries, Maret 2013, pg.13
Houston, Cynthia R. “Ma (Placeholder1)kerspace@your School Library: Consider the Possibilities”, pdf, IASL Conference, 2013, pg. 360.
Kusumawanta Bgs., Kompetensi Teologis Bagi Calon Imam, dalam www. Merifica.net, diunduh 11 Maret 2018.
Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus, Direktorium SCJ Provinsi Indonesia, Palembang, 2017, hlm. 30.
Pisarski, Alyssa, ”Finding a place for tween: Makerspace and Libraries”, dimuat dalam Jurnal Fall: Children and Libraries, 2014, pg. 13.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer